Let Me Tell You A Story: Kapan?
Sebenarnya pembahasan ini baru saja aku bagikan kemarin di instagram storiku, karena aku dikenal sebagai seorang storyteller, suka cerita keresahanku di stori tetapi ada makna di dalamnya #aseekk. Nah, sebagai penutup di #30DayRamadanBlogChallenge ini, aku mau ceritakan lagi apa yang aku bagikan kemarin di sini.
Few days ago, forever bestieku ngasih puisi yang kalau aku baca rasanya ingin kukeplak tembolok dia wkwkwk. Etapi, ada bagian yang menurutku menarik, relate banget sama situasi sekarang.
"Siap dengan segala pertanyaan besok!"
Alias, siap-siap dengan segala pertanyaan "kapan" dari orang-orang saat lebaran nanti. Kalau aku pikir, lebaran di rumah aja 2 tahun ini cukup menjadi penolong bagi kami yang belum dapat pekerjaan, ketemu jodoh, atau belum dikasih rezeki anak, dan sebagainya. Namun, kembali mudik tahun ini, kembali pula rasanya mental akan diuji. Diuji dengan bibir-bibir amazing yang ntah memang ingin bertanya atau hanya basa-basi yang menyelekit hati.
Sedihnya, pertanyaan tersebut lebih sering diterima oleh perempuan, seakan-akan usia adalah batas segalanya. Tidak hanya itu, pertanyaan "kapan?" ini juga lebih sering ditanyakan oleh..... sesama perempuan!. Aku yakin, mereka yang bertanya itu sebelumnya juga pernah berada di posisi yang sama. Mereka pun pernah mendapatkan pertanyaan yang sama. Namun, mereka seakan lupa banyak hal, bahwa:
- Bisa jadi yang mereka tanyai soal pekerjaan, sudah berapa banyak berkas yang terbuang tapi memang belum dapat rezekinya.
- Bisa jadi yang mereka tanyai soal jodoh, sedang mengatur hati yang hancur karena gagal menjalin hubungan karena ketidakcocokan atau perselingkuhan.
- Bisa jadi yang mereka tanyai soal kehamilan, sedang mengalami fase duka karena kehilangan janin yang dikandungnya, dan selalu menangis di setiap sujud shalatnya meminta pada Yang Maha Kuasa agar dititipkan rezeki berupa anak.
- Bisa jadi yang mereka tanyai soal kapan nambah anak, ternyata sudah tidak bisa mengandung lagi karena sakit yang dideritanya.
- Posisi yang bisa kita kendalikan.
- Posisi yang tidak bisa kita kendalikan.
Betul Mbak, lebaran terkadang justru jadi momok yang membuat deg-deg-an banyak pihak. Bukan karena momentnya, tapi lebih ke pertemuan keluarga dan kerabat dalam lingkup yang lebih luas disertai pertanyaan-pertanyaan yang kadang menohok ke hati. hehehe
ReplyDeleteKukira di usiaku yang jelang 50 tahun pertanyaannya kelar..Tetapi enggak, sekarang masih juga terima pertanyaan kapan..duh enggak ada habisnya memang ya...Tapi setuju kita sendiri yang bertanggung jawab mau merasakan apa dan bagaimana. Jadi dibikin happy aja
ReplyDeleteHehe untungnya kemarin aku selamat dari pertanyaan pertanyaan yg seperti itu
ReplyDeleteJadi nyaman silaturahminya
Hehe
Betul itu. Biarlah orang mau bilang apa kita cuek saja. Saya sih orangnya no baperan. Yg tanya ini itu kesel sendiri jadinya. Hahaha
ReplyDeleteAlhamdulillah nggak dapat pertanyaan kapan yang mengganggu sih selama mudik kemarin. Paling kapan datang dan kapan rencana pulang? Santuy itu mah. Hehe.
ReplyDeleteSaya pun menghindari nanya kapan ini itu yang basa basi nggak penting ke semua saudara. Masih banyak kok yang bisa dibabas selain si kapan kapan ini..
Kebanyakan kata 'kapan' itu dijadikan awal basa basi buat cari topik perbincangan ya. Apalagi kalau lagi kumpul sama keluarga dan kerabat duh pasti pertanyaan pertama yang terlontar itu 'kapan'. Haduh jadi kayak membosankan gituloh karna setiap lebaran yang dibahas juga itu-itu aja
ReplyDeleteKapan pertanyaan yang menakutkan pada fase masing-masing
ReplyDeletePertanyaan dengan template kapan itu sering dijadikan basa-basi pemantik percakapan. Padahal banyak hal lain yang bisa dijadikan bahan percakapan tanpa menyinggung orang lain ya.
ReplyDeleteEntah kenapa ya kalau di Indonesia memang pertanyaan kapan itu dijadikan ajang untuk membandingkan. Lalu kalau yang ditanya itu masih belum berprogress, si pihak yang bertanya kayak merasa menang gitu, entah menang dalam kompetisi apa wkwkwk
ReplyDeleteBener banget, kontrol diri adalah hal utama. Apa yang terjadi di luar biarlah. Asalkan saya bisa menikmati hidup. Ho Ho, selfish ya. mungkin. tapi dari sanalah saya bertahan.
ReplyDeletePermah dimasa ini, sampai aku sendiri berpikir manusia enggak pernah ada puasnya. Sibuk ngurusin hidup orang lain, padahal pas kita achieve, kita yang happy. Karena itu pencapaian kita. Jadi, dijawab aja dengan senyum sambil minta doa terbaik.
ReplyDeleteIya bener, kalau kita ngga ambil pusing pun sepertinya bisa yaa jadinya ga berlarut2 gitu laahh. setuju sama artikelnyaa kak
ReplyDeleteAku termasuk orang yang ga ambil pusing soal pertanyaan pertanyaan musiman seperti ini. Kadang yang nanya juga bingung kok mau basa basi apa, akhirnya yang keluar ya pertanyaan yang dianggap menyebalkan itu, jadi ya.. Gak usah dipikirin terlalu dalam lah..
ReplyDeletewkwkwk, suka insuce sih awalnya. Kadang buat down juga. kok kenapa ya aku gini? suka mikir gitu. Tapi makin kesini, gak diambil hati. Biarlah! yang jalani kita sendiri.
ReplyDeletedulu dah kenyang dengan pertanyaan2 seperti ini. menikah udah 5 tahun belom punya anak. selalu ditanya kenapa dan mengapa ? karena terbiasa jadinya santai aja. ketika punya anak, masih jg ditanya kenapa juga cuma aja anaknya.kenapa ga nambah adeknya.hehehe...ga habis2 memang pertanyaannya
ReplyDeleteHal seperti ini sudah banyak disuarakan, tapi entah kenapa kok sulit untuk diubah dan diganti dengan yang lebih menyenangkan, ya?
ReplyDeleteKalimat di artikelnya pas bagian, "Mereka yang mengusik, sebenarnya sedang menutup luka/kekurangan diri mereka sendiri"
ReplyDeleteIni berasa pas banget
Lebaran apalagi jadi ajang buat mengusik orang lain dengan dalih basa basi. Pdhal kalau tau situasi lawan bicaranya, kenapa ga coba tanya hal yang lebih menyenangkan