Kenapa Bisa Bahagia dan Sedih?

Pertanyaan yang susah-susah gampang nih ngejawabnya, "kenapa bisa bahagia dan sedih?". Buatku pribadi, bahagia dan sedih punya porsinya masing-masing. Keduanya saling berkaitan, kaya Indomart dan Alfamart, selalu berdampingan. Biasanya kalau lagi bahagia, si sedih mulai "mengintai" dari belakang, memaksa masuk ke ruang bahagia tersebut. Pun kalau lagi sedih, si bahagia juga mulai "mengintai", memaksa masuk ke relung kesedihan. Opsi kedua pasti lebih dibutuhkan dari opsi pertama, bukan? 


Ngomong-ngomong bahagia, aku termasuk orang yang bisa bahagia dengan hal sederhana. Aku tidak mematok goals kebahagiaanku seperti apa, setidaknya sih untuk sekarang. Semakin aku dewasa, kebahagiaan tidak lagi bersumber dari orang lain atau tentang relasi, tetapi aku sendiri yang bisa menciptakan kebahagiaan itu.  Bahagia tidak lagi tentang apa yang berhasil aku raih secara finansial atau pun barang, tetapi ketika aku merasa diri ini cukup dengan apa yang aku miliki, berdamai dengan keadaan pahit yang sedang aku jalani, dan menerima semua hal yang telah terjadi. Itulah bahagiaku.

Aku selalu mempatrikan ke dalam pikiranku setiap kali melakukan atau sedang menjalani sesuatu, 

Hidup ini seperti roda, mau kamu bahagia sekarang nanti pasti akan merasa sedih. Mau kamu sedih sekarang nanti pasti akan bahagia. Jalani saja seikhlasnya, percayakan semuanya pada-Nya. 

Sedangkan perasaan sedih, hmm.... agak susah menjelaskannya, sedih yang bagaimana yang dimaksud, hahahha. Kalau sedih mengeluarkan air mata sih gampang, tinggal lihat cuplikan vidio yang mengharukan, cirambay lah air mataku dalam sekejap wkwkwk. Namun, kalau sedih yang dimaksud itu adalah sedih hingga terpuruk, hmmm entahlah. Mungkin karena aku ini anaknya cuek ya, rasa masa bodo'ku cenderung lebih kuat. Aku akui itulah cara coping mecanismku kalau aku sedang tidak baik-baik saja. Namun, jika boleh dijelaskan, aku akan bilang kalau aku bisa sedih kalau dibohongi dan kepercayaanku dikhianati. Duo combo yang bisa bikin aku enggan percaya lagi dengan seseorang, entah tentang relasi pertemanan atau percintaan. 

Jika kebahagiaanku tidak melulu tentang relasi, kesedihanku justru sumber terbesarnya adalah relasi. Kegagalanku menggapai profesi yang aku inginkan hampir dua tahun ini nggak terlalu membuatku sedih, aku mampu handle perasaan itu dengan melampiaskannya pada hal lain. Kalau sudah menyangkut relasi dengan seseorang, entah kenapa sedihnya bukan kepalang. Aku bisa mengurung diri di kamar, lalu menangis sepanjang malam. Bukan menangisi orangnya, tetapi menangisi apa yang sudah diperbuatnya. 

Dibohongi dan dikhianati rasanya menyakitkan, lukanya itu ibarat panah menusuk dada, tembus ke belakang. Jika panah itu dilepas, ada ruang kosong di dalamnya. Ruang kosong inilah yang pada akhirnya aku sematkan pada mereka yang sudah melukai. Kosong, aku tidak mau tau lagi. Sulit untukku menerima lagi, sulit untukku menjalin relasi lagi. "Tapi kan kita harus menjaga silaturahmi", memang betul, tapi aku ini hanya manusia, punya keterbatasan. Jika aku bisa menghindari mereka yang sudah berkhianat, aku pilih jalan menghindari tersebut. 

Bahagia dan sedih, dua hal yang bisa menyenangkan hati dan menyakitkan hati. Keduanya relatif, tidak sama antar siapa pun yang merasakan. Namun, pada akhirnya dua hal ini memang menyatu dalam diri. Tinggal bagaimana aku menjaga mereka. Menjaga kebahagiaan dan kesedihan agar tidak berlebihan hingga menimbulkan keburukan. 


#BPN30DayRamadanBlogChallenge2022

#BPN30DayRamadanBlogChallenge2022Day19 


Comments

  1. Terima kasih sudah menyadarkan saya bahwa bahagia itu kita yang ciptakan, tidak "menampung" dari orang lain

    ReplyDelete

Post a Comment